Dalam kuliah kehidupan, tidak ada guru atau dosen yang akan membimbing kita atau setidaknya memberi tahu apa yang harus kita lakukan, mana yang benar dan mana yang salah. Kita mulai belajar untuk memilah sendiri, memilih jalan yang akan kita ambil dan menanggung konsekuensinya. Kita mulai meraba-raba, menebak-nebak arah hidup yang akan kita jalani.
Tidak ada yang bertanggung jawab atas diri kita, tidak ada yang akan memarahi kita saat kita berbuat salah. Tidak ada yang protes saat kita tidak belajar. Dan kemudian kita mulai menyadari seberapa penting peran para guru dalam hidup kita.
Dalam kuliah kehidupan, semua terserah pada kita. Mau menjalani hari dengan produktif atau tidak. Mau melakukan hal-hal baik atau tidak. Mau mendengarkan kata hati atau tidak. Mau bermimpi lebih tinggi atau tidak. Mau peduli atau tidak.
Kita diberi kebebasan yang selama ini kita impikan atau barangkali kita kira kita impikan. Untuk memberi label baru pada tiap hal yang sebelumnya belum begitu kita kenali. Untuk mengeksplor sesuatu lebih jauh dan memutuskan sendiri apakah hal tersebut benar atau salah. Definisi menjadi hak mutlak kita. Dan kemudian kita diizinkan untuk merancang lagi kehidupan seperti apa yang kita inginkan.
Kuliah kehidupan bisa jadi berat. Tidak ada teman sekelas, semua pelajaran kita terima sendirian. Kadang tidak ada tempat bertanya kala kita bingung. Tapi jika kita jalani dengan sungguh-sungguh, luluslah kita menjadi pribadi yang tangguh. Siap terjun untuk hidup bersama masyarakat dengan prinsip teguh yang tidak mudah goyah.