Kuliah Kehidupan

Dalam kuliah kehidupan, tidak ada guru atau dosen yang akan membimbing kita atau setidaknya memberi tahu apa yang harus kita lakukan, mana yang benar dan mana yang salah. Kita mulai belajar untuk memilah sendiri, memilih jalan yang akan kita ambil dan menanggung konsekuensinya. Kita mulai meraba-raba, menebak-nebak arah hidup yang akan kita jalani.

Tidak ada yang bertanggung jawab atas diri kita, tidak ada yang akan memarahi kita saat kita berbuat salah. Tidak ada yang protes saat kita tidak belajar. Dan kemudian kita mulai menyadari seberapa penting peran para guru dalam hidup kita.

Dalam kuliah kehidupan, semua terserah pada kita. Mau menjalani hari dengan produktif atau tidak. Mau melakukan hal-hal baik atau tidak. Mau mendengarkan kata hati atau tidak. Mau bermimpi lebih tinggi atau tidak. Mau peduli atau tidak.

Kita diberi kebebasan yang selama ini kita impikan atau barangkali kita kira kita impikan. Untuk memberi label baru pada tiap hal yang sebelumnya belum begitu kita kenali. Untuk mengeksplor sesuatu lebih jauh dan memutuskan sendiri apakah hal tersebut benar atau salah. Definisi menjadi hak mutlak kita. Dan kemudian kita diizinkan untuk merancang lagi kehidupan seperti apa yang kita inginkan.

Kuliah kehidupan bisa jadi berat. Tidak ada teman sekelas, semua pelajaran kita terima sendirian. Kadang tidak ada tempat bertanya kala kita bingung. Tapi jika kita jalani dengan sungguh-sungguh, luluslah kita menjadi pribadi yang tangguh. Siap terjun untuk hidup bersama masyarakat dengan prinsip teguh yang tidak mudah goyah.


Tentang Hidup dan Pilihan

Hidup dan Pilihan. Dua kata yang tidak bisa dipisahkan. Hidup memberikan pilihan dan pilihan menentukan bagaimana kehidupan kita selanjutnya. Ada sebuah quote anonim yang menyatakan bahwa ‘Hidup itu mudah. Buatlah keputusan dan jangan pernah menyesalinya.’ Dan seharusnya hidup memang semudah itu. Hanya saja kita selalu dihadapkan pada pilihan yang kemudian membuat kita berpikir kembali, seandainya saya memilih jalan yang lain akan seperti apa saya menjadi?

Continue reading

Mendengar Nyanyian Sunyi

Judul : Mendengar Nyanyian Sunyi

Penulis : Urfa Qurrota Ainy

Penerbit : IDS

Jumlah Halaman : 196

 

“Aku merasa sunyi dalam ramai dan ramai dalam sunyi. Aku tak berjodoh dengan berbagai definisi. Aku tak bermaksud untuk membela diri. Aku hanya ingin kau bersedia menyadari, bahwa kesalahpahaman tentangku harus segera disudahi.”

Ini adalah quote pertama yang ada di buku ini dan saya yakin sekali bakal langsung pas di hati kawan-kawan introvert, karena saya juga demikian. Sebagai seorang introvert, menurut saya kata-kata ini sangat mewakili penjelasan atas diriku untuk orang-orang yang tidak paham menagapa saya seperti ini, mengapa saya seperti itu. Setelah membaca quote tersebut, saya langsung yakin untuk membaca buku ini hingga halaman terakhir.

Continue reading

Singapura : Tentang Penginapan dan Patung Singa yang Dikurung

Setelah makan di Warung Encik Tan yang ada di Outram Park, kami langsung menuju ke tempat penginapan dengan menggunakan bus. Ini pertama kalinya kami naik bus di Singapura. Pengalaman naik bus di Singapura ini benar-benar berbeda dengan naik bus biasa atau bahkan Transjakarta di Jakarta. Untuk naik TJ, kita harus naik dulu ke jembatan penyeberangan kemudian masuk ke dalam shelter untuk menunggu bus datang. Setelah bus datang pun, kita belum tentu mendapat tempat duduk. Sangat mungkin kita berdiri bahkan berdesak-desakan seperti ikan sarden.

Continue reading